Skip to main content

Canselor

Mungkin saya sepatutnya beranikan diri menulis kepada dia. Saya bukan orang yang dia kenal. Kami asing. Tapi saya tetap tidak berani melepaskan semua kata. Hatta dalam ruang yang hanya dimiliki aku dan tuhan pun, saya belum dapat menanggalkan topeng dari huruf-huruf yang kutuliskan. 

Tapi ini bukanlah aneh. Tiap manusia ada banyak topeng. Pada akhirnya, di lapis terakhir, ada hanya satu yang tinggal; antara dirinya—tidak dengan kekasih/anak atau sahabat, bahkan kepada tuhan sekalipun.

Saya merenung baku baru saya. Tidak terlalu ria. Tidak sedih. Mungkinkah ada sesalan? Barangkali sedikit, dan pada masa mendatang, mungkin lebih banyak. Tapi demikianlah penulisan. Sejenis cuba-cuba, dan dalam peredaran waktu, pilihan kehendak serta pengalaman yang mempengaruhi seleras dan gaya semasa. 

Saya jemu. Kalau saya bukan saya dan gigit roh saya mungkin hanya tawar yang dapat saya rasakan. Saya berjoging sesekali memecut tetapi seperti tanpa kaki. Saya panjat bukit dan tulis sajak tapi terasa dibingkaikan orang lain. Saya menangis dan kencing di dalam mimpi tapi bangun dengan kelupas bibir dan kering keringat di tubuh. Kan baik kalau esok saya dapat terbang dan hinggap di kepala tugu.

Ah belum sampai 500pp saya dah menguap.

Comments